Maandag 18 Maart 2013



Tentang Kodok (Bufo melanosticus)


1. Klasifikais Kodok Dewasa
Kingdom          : Animalia
Filum                : Chordata
Kelas               : Amphibia
Ordo                : Bufonidae
Genus               : Bufo
Spesies             : Bufo melanosticus

2. Morfologi
Kodok adalah hewan amfibia yang paling dikenal orang di Indonesia. Kodok bertubuh pendek, gempal atau kurus, berpunggung agak bungkuk, berkaki empat dan tak berekor (anura). Kodok umumnya berkulit halus, lembab, dengan kaki belakang yang panjang. Kodok berukuran sedang, yang dewasa berperut gendut, berbintil-bintil kasar. Bangkong jantan panjangnya (dari moncong ke anus) 55-80 mm, betina 65-85 mm. Di atas kepala terdapat gigir keras menonjol yang bersambungan, mulai dari atas moncong; melewati atas, depan dan belakang mata; hingga di atas timpanum (gendang telinga).

Kodok hidup menyebar luas, terutama di daerah tropis yang berhawa panas. Makin dingin tempatnya, seperti di atas gunung atau di daerah bermusim empat (temperate), jumlah jenis kodok cenderung semakin sedikit. Salah satunya ialah karena kodok termasuk hewan berdarah dingin, yang membutuhkan panas dari lingkungannya untuk mempertahankan hidupnya dan menjaga metabolisme tubuhnya. Hewan ini dapat ditemui mulai dari hutan rimba, padang pasir, tepi-tepi sungai dan rawa, perkebunan dan sawah, hingga ke lingkungan pemukiman manusia. Kodok membela diri dengan melompat jauh, mengeluarkan lendir dan racun dari kelenjar di kulitnya.

3. Anatomi Kodok

ket: – paru-paru masih mengembang disebabkan karena ketika membedah katak tidak sedang pingsan
       – adanya darah disebabkan arteri terpotong ketika membedah katak

4. Reproduksi Kodok
Kodok kawin pada waktu-waktu tertentu, misalnya pada saat bulan mati atau pada ketika menjelang hujan. Pada saat itu kodok-kodok jantan akan berbunyi-bunyi untuk memanggil betinanya, dari tepian atau tengah perairan. Beberapa jenisnya, seperti kodok tegalan (Fejervarya limnocharis) dan kintel lekat alias belentung (Kaloula baleata), kerap membentuk ‘grup nyanyi’, di mana beberapa hewan jantan berkumpul berdekatan dan berbunyi bersahut-sahutan. Pembuahan pada kodok dilakukan di luar tubuh. Kodok jantan akan melekat di punggung betinanya dan memeluk erat ketiak si betina dari belakang. Sambil berenang di air, kaki belakang kodok jantan akan memijat perut kodok betina dan merangsang pengeluaran telur. Pada saat yang bersamaan kodok jantan akan melepaskan spermanya ke air, sehingga bisa membuahi telur-telur yang dikeluarkan si betina.

5. Telur kodok
Pada saat bereproduksi kodok dewasa akan mencari lingkungan yang berair. Disana mereka meletakkan telurnya untuk dibuahi secara eksternal. Telur tersebut berkembang menjadi larva dan mencari nutrisi yang dibutuhkan dari lingkungannya, kemudian berkembang menjadi dewasa dengan bentuk tubuh yang memungkinkannya hidup di darat, sebuah proses yang dikenal dengan metamorfosis. Tidak seperti telur reptil dan burung, telur kodok tidak memiliki cangkang dan selaput embrio. Sebaliknya telur kodok hanya dilindungi oleh kapsul mukoid yang sangat permeabel sehingga telur kodok harus berkembang di lingkungan yang sangat lembab atau berair.

6. Peranan Kodok
Kodok berperan sangat penting sebagai indikator pencemaran lingkungan. Tingkat pencemaran lingkungan pada suatu daerah dapat dilihat dari jumlah populasi kodok yang dapat ditemukan di daerah tersebut. Latar belakang penggunaan kodok sebagai indikator lingkungan karena kodok merupakan salah satu mahluk purba yang telah ada sejah ribuan tahun lalu. Jadi kodok tetap exist dengan perubahan iklim bumi. Tentunya hanya pengaruh manusialah yang mungkin menyebabkan terancamnya populasi kodok. Salah satunya adalah pembuangan limbah berbahaya oleh manusia ke alam. Akan tetapi yang lebih mengancam kehidupan kodok sebenarnya adalah kegiatan manusia yang banyak merusak habitat alami kodok, seperti hutan-hutan, sungai dan rawa-rawa. Apalagi kini penggunaan pestisida yang meluas di sawah-sawah juga merusak telur-telur dan berudu kodok, serta mengakibatkan cacat pada generasi kodok yang berikutnya.

Daftar Pustaka
Blaustein, A. R., Hatch, A. C., Belden, L. K., Scheessele, E. & Kiesecker, J. M., 2003a. Global Change: Challenges Facing Amphibians. In: Amphibian Conservation: 187–198 (R. D. Semlitsch, Ed.). Smithsonian Books, Washington, D.C.
Carey, C. & Alexander, M. A., 2003. Climate Change And Amphibian Declines: Is There A Link? Diversity and Distributions, 9: 111–121.
Ultsch, G. R., Bradford, D. F. & Freda, J., 1999. Physiology: Coping With The Environment. In: Tadpoles: The Biology Of Anuran Larvae: 189–214 (R. W. McDiarmid & R. Altig, Eds.). Univ. of Chicago Press, Chicago.

http://muslimahsakura90.wordpress.com/2010/11/13/tentang-kodok-bufo-melanosticus/

Geen opmerkings nie:

Plaas 'n opmerking